Sabtu, 11 Juni 2016

penyusutan/depresiasi



Penyusutan/Depresiasi
            depresiasi atau penysutan dalam akutansi adalah alokasi sistematis jumlah yang dapat disusutkan dari suatu asset selama umur manfaatnya. Penerapan depresiasi akan memengaruhi laporan kekeuangan, termasuk penghasilan kena pajak suatu perusahaan. 
Ada juga yang berpendapat Depresiasi adalah penurunan dalam nilai fisik properti seiring dengan waktu dan penggunaannya. Dalam konsep akuntansi, depresiasi adalah pemotongan tahunan terhadap pendapatan sebelum pajak sehingga pengaruh waktu dan penggunaan atas nilai aset dapat terwakili dalam laporan keuangan suatu
perusahaan. Depresiasi adalah biaya non-kas yang berpengaruh terhadap pajak pendapatan.

Properti yang dapat didepresiasi harus memenuhi ketentuan berikut:
1. Harus digunakan dalam usaha atau dipertahankan untuk menghasilkan  pendapatan.
2.   Harus mempunyai umur manfaat
3. Merupakan sesuatu yang digunakan sampai habis, mengalami peluruhan/ kehancuran, usang, atau mengalami pengurangan nilai dari nilai asalnya.
4. Bukan inventaris, persediaan atau stok penjualan, atau properti investasi.

Properti yang dapat didepresiasi dikelompokkan menjadi:
a.       Nyata (tangible): dapat dilihat atau dipegang. Terdiri dari properti personal (personal property) seperti mesin-mesin, kendaraan, peralatan, furnitur dan item-item yang sejenis; dan properti riil (real property) seperti tanah dan segala sesuatu yang dikeluarkan dari atau tumbuh atau berdiri di atas tanah tersebut.
b.      Tidak nyata (intangible). Properti personal seperti hak cipta, paten atau franchise.

Metode yang paling mudah dan paling sering digunakan untuk menghitung penyusutan adalah metode penyusutan garis lurus(straight-line depreciation). Akan tetapi selain itu, adapula metode perhitungan lain yang bias digunakan, seperti metode penyusutan dipercepat, penyusutan jumlah angka tahun dan saldo menurun ganda.
Secara sederhana depresiasi adalah penurunan nilai suatu benda karena kadar atau lama pemakaiannya.

Secara umum depresiasi dibagi menjadi 2 yaitu :
a. Depresiasi fisik
b. Depresiasi fungsional

Depresiasi fisik
Depresiasi fisik disebabkan karena berkurangnya kemampuan fisik dalam suatu alat dalam memberikan hasil.
Hal ini menyebabkan biaya operasi dan dan pemeliharaaan meningkat dan hasil keluarannya menurun sedangkan.

Contoh depresiasi fisik
Mobil yang semakin tua harga biasanya semakin menurun karena kemampuan jelajahnya yang semakin menurun.

Depresiasi fungsional
 Depresiasi fungsional adalah suatu penurunan nilai yang disebabkan oleh berkurangnya permintaan terhadap fungsi dan alat tersebut.

Contoh depresiasi fungsional
Computer pentium menurun, karena munculnya komputer core 2 duo yang mempunyai kemampuan yang lebih tinggi.

Definisi-Definisi

Basis, atau basis harga: biaya awal untuk mendapatkan aset (harga beli ditambah pajak), termasuk biaya transportasi dan biaya lain sampai aset tersebut dapat digunakan sesuai fungsinya. Basis (harga)  yang disesuaikan: harga awal aset disesuaikan  dengan kenaikan atau penurunan yang diperkenankan.Misalnya: biaya perbaikan aset dengan  umur manfaat lebih dari setahun meningkatkan basis harga awal, dan kecelakanna atau kecurian menurunkan harga awal.

Nilai (harga) buku: nilai properti (aset) sesuai dengan laporan akuntansi, yang mewakili jumlah modal yang masih diinvestasikan pada aset tersebut. Sama dengan harga awal (termasuk segala penyesuaian) dikurangi dengan pengurangan karena depresiasi.

Harga pasar: nilai yang dibayar seorang pembeli kepada penjual aset  dimana masing-masing mendapatkan keuntungan dan bertindak tanpa paksaan.

Periode perolehan kembali (recovery period): jumlah tahun dimana basis (harga) suatu aset diperoleh kembali melalui proses akuntansi. Disebut juga umur manfaat (klasik) atau kelas properti atau umur kelas. 

Tingkat perolehan kembali: persentase untuk setiap tahun periode perolehan kembali, yang digunakan untuk menghitung pengurangan karena depresiasi tahunan.

Nilai sisa: perkiraan nilai aset pada akhir umur manfaatnya, merupakan harga jula suatu aset jika tidak lagi digunakan untuk proses produksi oleh pemiliknya.

Umur manfaat: perkiraan periode waktu pemakaian aset (properti) dalam kegiatan produktif atau untuk menghasilkan pendapatan.

Metode Perhitungan Depresiasi

Secara umum, metode perhitungan depresiasi dibagi dua, yaitu:
1.     Metode klasik, terdiri dari:

a.     Metode garis lurus (straight-line, SL)

Depresiasi suatu aktiva tetap dilihat dari anggapan bahwa lamanya suatu aktiva tetap dalam peranannya dalam usaha mendapatkan penghasilan, peranan aktiva tetap tersebut sama besarnya tanpa memandang lama atau barunya aktiva tetap tersebut. Nilai sisa atau nilai residu dapat diikutsertakan dalam perhitungan.

Penurunan asset terjadi secara linear terhadap waktu atau umur asset tersebut dimana: Dt = besarnya depresiasi tahun ke tahun
                P  = ongkos awal barang tersebut
                S  = nilai sisa dari barang tersebut
                N = masa pakai( umur barang)

Biaya Depresiasi Tahunan = Biaya Aktiva Tetap – Nilai Sisa
                                      Umur Manfaat Aset(tahun)
  

Contoh perhitungan depresiasi dengan garis lurus(straight-line)
Budi membeli sebuah laptop baru seharga Rp 2.400.000,00 , adapun umur laptop tersebut diperkirakan 4 tahun jika dengan cara menggunakan dengan baik dan sesuai peraturan, sebelum akhirnya dijual.  Pada saat dijual kembali diperkirakan harga barang tersebut menyusut dari harga belinya sebesar Rp 400.000,00. Berapakah biaya depresiasi tahunan?
Penyelesaiannya:
Diketahui: Biaya awal laptop tetap Rp 2.400.000,00
                  Umur manfaat laptop 4 tahun
Nilai sisa/ harga penyusutan dari laptop tersebut Rp 400.000,00
Ditanya : Biaya depresiasi tahunan.....?
Dijawab :   
Biaya depresiasi tahunan = biaya awal – nilai sisa
                                    Umur manfaat
                           = Rp 2.400.000 – Rp 400.000
                                                4
                           = Rp 2.000.000       
                                                4
                           = Rp 500.000

c.      Metode declining balance (DB) / metode saldo menurun

Depresiasi suatu aktiva tetap dilihat dari anggapan bahwa aktiva tetap baru sangat besar peranannya dalam usaha mendapatkan penghasilan, peranan aktiva tetap tersebut semakin lama semakin mengecil seiring dengan semakin tuanya aktiva tetap tersebut. Nilai sisa atau nilai residu tidak diikutsertakan dalam perhitungan. Satu-satunya metode depresiasi yang menggunakan nilai buku.



Rumus Depresiasi Saldo Menurun :
={ (100%/umur ekonomis)x2 }x Nilai Perolehan/NilaiBuku

Contoh perhitungan Metode declining balance (DB)

PT. SEJAHTERA ABADI membeli peralatan kantor pada tanggal 21 Januari 2012 seharga Rp. 50.000.000,- dengan nilai sisa diperkirakan sebesar 5% dari harga perolehan. Umur ekonomis 4 tahun ( nilai sisa tidak digunakan hanya jebakan saja).
Depresiasi 2012 = { ( 100% /4) x 2 } x Rp. 50.000.000 = Rp. 25.000.000,-Jurnal pada tanggal 21 Januari 2012
D: Beban Depresiasi-Peralatan kanto r= Rp.25.000.000,-
K : Akumulasi Depresiasi-Peralatan kantor= Rp.25.000.000


c.Metode sum-of-the-years-digits (SYD) /metode angka tahun

Metode Sum-of-Year-Digit penurunan aset dibebankan lebih besar pada tahun-tahun awaldan semakin kecil sampai tahun-tahun berikutnya tingkat depresiasi.
Konsepnya sama dengan metode saldo menurun, yaitu aktiva tetap masih baru jumlah depresiasi besar, kemudian makin lama makin kecil.
Angka tahun dapat dihitung dengan menggunakan :
Rumus = N (N+1)/2

Nilai sisa dapat digunakan dalam perhitungan.



Contoh perhitungan Metode sum-of-the-years-digits (SYD) /metode angka tahun

PT.  JAYA ABADI membeli mesin foto copy seharga Rp. 10.000.000 umur 4 tahun pada tanggal 21 Januari 2012.
Jawab :
Jumlah angka tahun = 4+3+2+1= 10
Depresiasi 2010 = 4/10 x Rp. 10.000.000 = Rp. 4.000.000
Jurnal pada akhir tahun 2010:
D: Beban depresiasi mesin fotocopy              = Rp. 4.000.000
K: Akumulasi depresiasi mesin fotocopy       = Rp. 4.000.000
d.Metode Sinking Fund

Penurunan asset semakin cepat dari tahun ke tahun berikutnya atau besarnya depresiasi akan lebih kecil pada tahun-tahun awal periode depresiasi (menyertakan konsep time value of money)
Dt = (P-S)(A/F,i,n)(F/P,i,t-1)
Contoh perhitungan Metode Sinking Fund

UD. MAKMUR Pagi membeli mesin bubut pada tanggal 23 September 2005 seharga Rp. 48.000.000 umur 4 tahun. Setelah beberapa tahun nilainya berkurang Rp8.000.000
 Jawab :
Depresiasi tahun = (48.000.000 – 8.000.000)(4-1)
                            = (40.000.000)(3)
                            =Rp. 120.000.000


biaya bahan baku



 BIAYA BAHAN BAKU
Pengertian
Bahan baku (raw material) adalah bahan yang digunakan dalam membuat produk dimana bahan tersebut secara menyeluruh tampak pada produk jadinya (atau merupakan bagian terbesar dari  bentuk barang ).Biaya bahan baku (raw material cost) adalah seluruh biaya untuk memperoleh sampai dengan  bahan siap untuk digunakan yang meliputi harga bahan, ongklos angkut, penyimpanan dan lain-lain.
Karena dalam satu periode akuntansi seringkali terjadi fluktuasi harga, maka harga beli bahan baku juga berbeda dari pembelian yang satu dengan pembelian yang lain. Oleh karena itu persediaan bahan baku yang ada digudang mempunyai harga pokok persatuan yang berbeda- beda, meskipun jenisnya sama. Hal ini menimbulkan masalah dalam penentuan harga pokok bahan baku yang dipakai dalam produksi. Untuk mengatasi masalah ini diperlukan berbagai macam metode harga pokok bahan baku yang dipakai dalam produksi( materials costing method), diantaranya adalah:
  1. Metode identifikasi khusus.
  2. Metode masuk pertama keluar pertama.
  3. Metode masuk terakhir keluar pertama.
  4. Metode rata-rata bergerak
  5. Metode biaya standart.
  6. Metode rata – rata harga pokok bahan baku pada akhir bulan.
PEROLEHAN DAN PENGGUNAAN BAHAN BAKU
          Proses produksi dan kebutuhan bahan baku bervariasi sesuai dengan ukuran dan jenis industry dari perusahaan, pembelian dan penggunaan bahan baku biasanya meliputi langkah-langkah :
  1. Untuk setiap produk atau variasi produk, insinyur menentukan rute (routing) untuk setiap produk, yang merupakan urtan orprai yang dilakukan, dan sekaligus menetapkan daftar bahan baku yang diperlukan, yang merupakan daftar kebutuhan bahan baku untuk setiap langkah dalam urutan operasi tersebut.
  2. Anggaran produksi ( production budget ) menyedikan rencana utama, darimana rincian mengenai bahan baku dikembangkan.
  3. Bukti permintaan pembelian atau ( purchase requisition ) menginformasikan agen pembelian mengenai jumlah dan jenis bahan baku yang dibutuhkan.
  4. Pesanan pembelian ( purchase order ) merupakan kontrak atas jumlah yang harus dikirimkan.
  5. Laporan penerimaan (receiving report ) mengesahkan jumlah yang diterima, dan mungkin juga melaporkan hasil pemeriksaan dan pengujian mutu.
  6. Bukti permintaan bahan baku (material requisition) memberiakan wewenang bagi gudang untuk mengirimkan jenis dan jumlah tertentu dari bahan baku ke department tertentu pada waktu tertentu.
  7. 7.      Kartu catatan bahan baku ( material record card ) mencatat setiap penerimaan dan pengeluarandari setiap jenis bahan baku dan berguna sebagai catatan persediaan perpetual


METODE IDENTIFIKASI KHUSUS
Dalam metode ini, setiap jenis bahan baku yang ada di gudang harus diberi tanda pada harga pokok per satuan berapa bahan baku tersebut dibeli. Setiap pembelian bahan baku yang harga per satuannya berbeda dengan harga per satuan bahan baku yang sudah ada di gudang harus dipisahkan penyimpanannya dan diberi tanda pada harga berapa bahan tersebut dibeli. Dalam metode ini, tiap-tiap jenis bahan baku yang ada di gudang jelas identitas harga pokoknya, sehingga setiap pemakaian bahan baku dapat diketahui harga pokok per satuannya secara tepat.
Kesulitan yang timbul dari pemakaian metode ini adalah terletak dalam penyimpanan bahan baku di gudang. Meskipun jenis bahan bakunya sama, namun jikaharga pokok per satuannya berbeda, bahan baku tersebut harus disimpan secara terpisah,agar mudah identifikasi pada saat pemakaiannya nanti. Metode ini merupakan metode yang paling teliti dalam penentuan harga pokok bahan baku yang dipakai dalam produksi, namun sering kali tidak praktis. Metode ini sangat efektif dipakai apabila bahan baku yang yang dibeli bukan merupakan barang standard an dibeli untuk memenuhi pesanan tertentu. Perusahaan yang memakai metode harga pokok pesanan seringkali memakai metode identifikasi khusus untuk bahan baku yang tidak disediakan dalam persediaan gudang (yang hanya secara incidental dibeli untuk memenuhi spesifikasi pemesan) dan memakai metode penentuan harga pokok yang lain untuk bahan baku yang biasa dipakai dalam produksi.



METODE MASUK PERTAMA KELUAR PERTAMA (FIFO)
Metode masuk pertama, keluar pertama menentukan biaya bahan baku dengan anggapan bahwa harga pokok per satuan bahan baku yang pertama masuk dalam gudang dipergunakan untuk menentukan harga bahan baku yang pertama kali dipakai. Perlu ditekanakan disini bahwa untuk menentukan biaya bahan baku, anggapan aliran biaya tidak harus sesuai dengan aliran fisik bahan baku dalam produksi.
 METODE MASUK TERAKHIR KELUAR PERTAMA (LIFO)
Metode masuk terakhir , keluar pertama menentukan harga pokok bahan baku yang dipakai dalam produksi dengan anggapan bahwa harga pokok per satuan bahan baku yang terakhir masuk dalam persediaan gudang, dipakai untuk menentukan harga pokok bahan baku yang pertama kali dipakai dalam produksi.
 METODE RATA – RATA BERGERAK (MOVING AVERAGE METHOD).
Dalam metode ini, persediaan bahan baku yang ada di gudang dihitung harga pokok rata – ratanya, dengan cara membagi total harga pokok dengan jumlah satuannya. Setiap kali terjadi pembelian yang harga pokok per satuannya berbeda dengan harga pokok rata – rata persediaan yang ada di gudang, harus dilakukan perhitungan harga pokok rata – rata per satuan yang baru. Bahan baku yang dipakai dalam proses produksi dihitung harga pokoknya dengan mengalikan jumlah satuan bahn baku yang dipakai dengan harga pokok rata – rata per satuan bahan baku yang ada di gudang. Metode ini disebut juga dengan metode rata – rata tertimbang, karena dalam menghitung rata – rata harga pokok persediaan bahan baku, metode ini menggunakan kuantitas bahan baku sebagai angka penimbangnya.
 METODE BIAYA STANDAR.
Dalam metode ini, bahan baku yang dibeli dicatat dalam kartu persediaan sebagai harga standar yaitu harga taksiran yang mencerminkan harga yang diharapkan akan terjadi di masa yang akan datang. Harga standar merupakan harga yang diperkirakan untuk tahun anggaran tertentu. Pada saat dipakai, bahan baku dibebankan kepada produk pada harga standar tersebut. Jurnal yang dibuat pada saat pembelian bahan baku adalah sebagai berikut:
Persediaan bahan baku  xx
Perlakuan terhadap saldo rekening selisih harga pada akhir tahun tergantung pada mataerial tidaknya saldo tersebut. Jika material , saldo rekening selisih harga ditutup ke rekening – rekening persediaan bahan baku, persediaan barang dalam proses, persediaan produk jadi, dan harga pokok penjualan, atas dasar perbandingan unsure biaya bahan baku yang terkandung di dalam tiap rekening tersebut, atau atas dasar perbandingan satuan ekuivalensinya. Jika saldo tekening selisih harga tidak material, saldo tersebut langsung ditutup ke rekening hatga pokok penjualan


Contoh soal:
Data mengenai bahan baku PT USAHA JAYA selama 2 minggu pertama bulan September 2012 sebagai berikut:
1/9     persediaan 8.000 kg @ Rp. 1.000,00
8/9     melakukan pembelian bahan baku 12.000 kg @ Rp. 1.200,00
9/9     masuk proses produksi sebanyak 15.000 kg
Dari data diatas hitunglah biaya bahan baku yang masuk proses produksi dan berapa nilai persediaan akhir jika menggunakan metode FIFO, LIFO dan AC !.

Ada 3 metode penilaian persediaan yang digunakan dalam perhitungan harga pokok bahan baku yang dipakai dalam proses produksi: 

1.  Metode FIFO (First In First Out), bahan baku yang masuk pertama yaitu bahan baku yang pertama kali digunakan dalam proses produksi.
1/9     8000 kg x Rp. 1000,00 = Rp. 8.000.000,00 
8/9     7000 kg x Rp. 1.200,00 = Rp. 8.400.000,00
BBB = 15.000 kg                       = Rp. 16.400.000,00
Persediaan akhir = 5.000 kg x Rp. 1.200,00 = Rp. 6.000.000,00
2.  Metode LIFO (Last In First Out), yaitu bahan baku yang terakhir kali masuk bahan tersebut yang diganakan terlebih dahulu dalam proses produksi.
8/9     12.000 kg x Rp. 1.200,00 = Rp. 14.400.000,00
1/9     3.000 kg x Rp. 1.000,00 = Rp. 3.000.000,00
BBB = 15.000 kg                      = Rp. 17.400.000,00
Persediaan akhir = 5.000 kg x Rp. 1.000,00 = Rp. 5.000.000,00
3.  Metode AC(Average Cost/harga rata-rata), biaya bahan baku yang dipakai dalam proses produksi yaitu hasil kali kuantitas bahan baku yang dipakai dan harga rata-rata persatuan.
1/9     8.000 kg x Rp. 1.000,00 = Rp. 8.000.000,00
8/9     12.000 kg x Rp. 1.200,00 = Rp. 14.000.000,00
          20.000 kg                        = Rp. 22.400.000,00
Harga rata-rata = Rp. 22.400.000,00 : 20.000 kg = Rp. 1.120,00
BBB = 15.000 kg x Rp. 1.120,00 = Rp. 16.800.000,00
Persediaan akhir = 5.000 kg x Rp. 1.120,00 = Rp. 5.600.000